Laman

Senin, 30 Mei 2011

Belum Ada PANWAS Jelang Pilkada Aceh

BANDA ACEH - Meskipun jadwal pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh 2011 sudah ditetapkan, namun hingga kini Panitia Pengawas Pemilu belum kunjung dibentuk oleh DPR Aceh.
Jika terus berlarut, tak ada lembaga yang dapat mengawasi kemungkinan terjadinya kecurangan dan hasil pilkada pun rawan secara politik dan hukum.
"Saya kira persoalan yang paling krusial saat ini adalah panwas yang belum dibentuk sampai saat ini. Padahal, keberadaan panwas sangat diperlukan sejak proses tahapan pilkada ditetapkan, seperti mengawasi penggalangan dukungan oleh calon independen," kata Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Politik dan Hukum, M Jaffar di Banda Aceh usai rapat dengar pendapat Komisi A DPR Aceh dengan ulama se-Aceh yang membahas Rancangan Qanun Pilkada Aceh, Kamis (26/5/2011).
Berdasarkan aturan perundangan, DPR Aceh yang berwenang memilih anggota panwas pemilu di Aceh. Namun, penolakan sebagian besar kalangan di DPR Aceh terhadap jadwal Pilkada Aceh yang ditetapkan KIP Aceh membuat lembaga legislatif tersebut hingga saat ini belum mengadakan proses perekrutan.
Menurut Jaffar, ada tiga konsekuensi yang akan terjadi dalam Pilkada Aceh apabila panwas pemilu tak ada, yakni tak adanya pengawasan terhadap pelanggaran pilkada, lemahnya legitimasi politik atas hasil pilkada, dan rawan terjadinya gugatan hukum terhadap hasil-hasil pilkada.
Pemerintah Aceh, lanjut dia, sudah mengonsultasikan persoalan ini ke Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu). Banwaslu pun sudah mengirimkan surat kepada DPR Aceh. Namun, hingga saat ini belum ada respon dari DPR Aceh atas surat Banwaslu tersebut.
Terkait persoalan itu, Banwaslu pernah menawarkan solusi untuk membentuk panwas tanpa melalui DPR Aceh. Namun, solusi tersebut terhitung sangat rawan gugatan karena berdasarkan aturan perundangan, DPR Aceh yang berwenang membentuknya.
"Saya kira yang lebih rasional adalah meminta Banwaslu sendiri turun tangan mengawasi pilkada di Aceh. Itu lebih masuk akal," ucap dia.
Ada 18 kepala daerah yang terdiri atas satu pasangan gubernur dan wakil gubernur, serta 17 bupati dan wali kota beserta wakilnya yang harus dipilih dalam Pilkada 2011 ini di Aceh.
Dalam rapat dengar pendapat dengan DPR Aceh, perwakilan ulama se-Aceh yang tergabung dalam Majelis Permusyawarahan Ulama (MPU) Aceh kabupaten dan kota di Aceh menyampaikan sejumlah rekomendasi terkait Qanun Pilkada Aceh yang baru. Salah satunya adalah desakan agar DPR Aceh menerima ketentuan tentang calon independen ke dalam qanun pilkada.
Calon independen atau perseorangan adalah inti persoalan konflik antara Komisi Independen Pemilu Aceh (KIP) dengan sebagian besar kalangan di DPR Aceh hingga saat ini. DPR Aceh, terutama fraksi mayoritas, yakni Partai Aceh, menolak adanya calon independen dalam Pilkada Aceh. Namun, KIP menerima calon independen karena Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa calon independen dapat mengikuti pemilu di Aceh.
"Putusan MK itu harus disikapi secara arif dan bijaksana oleh DPR Aceh. Ini harus diterima karena kalau tidak dapat menimbulkan masalah," ujar Ketua MPU Lhokseumawe, Tengku Asnawi Abdullah.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi DPR Aceh, Abdullah Saleh mengatakan menerimanya sebagai masukan. DPR Aceh juga masih akan meminta pendapat dari elemen masyarakat lainnya. "Nantinya biar publik yang menilainya," kata dia.
Terkait panwas pemilu Aceh, Abdullah tak berkomentar. DPR Aceh saat ini masih fokus pada pembahasan Qanun Pilkada Aceh yang baru.

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Languages : English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified